Dalam ajaran agama islam, tidak pernah diajarkan kepada kita
untuk menghambur-hamburkan uang atau berlaku ria pada malam pergantian tahun
biasa/masehi. Tapi merayakan tahun baru sudah membudaya di negara kita. Sepertinya
sayang sekali jika melewatkan malam pergantian tahun tanpa merayakannya.
Perayaan tahun baru masehi sebenarnya adalah pesta
orang-orang romawi. Sejak Abad ke-7 SM bangsa Romawi kuno telah memiliki
kalender tradisional. Namun kalender ini sangat kacau dan mengalami beberapa
kali perubahan. Sistem kalendar ini dibuat berdasarkan pengamatan terhadap
munculnya bulan dan matahari, dan menempatkan bulan Martius (Maret) sebagai
awal tahunnya.
Pada tahun 45 SM Kaisar Julius Caesar mengganti kalender
tradisional ini dengan Kalender Julian. Urutan bulan menjadi: 1) Januarius, 2)
Februarius, 3) Martius, 4) Aprilis, 5) Maius, 6) Iunius, 7) Quintilis, 8)
Sextilis, 9) September, 10) October, 11) November, 12) December. Di tahun 44
SM, Julius Caesar mengubah nama bulan “Quintilis” dengan namanya, yaitu
“Julius” (Juli).
Sementara pengganti Julius Caesar, yaitu Kaisar Augustus,
mengganti nama bulan “Sextilis” dengan nama bulan “Agustus”. Sehingga setelah
Junius, masuk Julius, kemudian Agustus. Kalender Julian ini kemudian digunakan
secara resmi di seluruh Eropa hingga tahun 1582 M ketika muncul Kalender
Gregorian.
Janus
Januarius (Januari) dipilih sebagai bulan pertama, karena
dua alasan. Pertama, diambil dari nama dewa Romawi “Janus” yaitu dewa bermuka
dua, satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang. Hal
ini diartikan sebagai masa depan dan masa lalu. Dewa Janus adalah dewa penjaga
gerbang Olympus. Sehingga diartikan sebagai gerbang menuju tahun yang baru.
Kedua, karena 1 Januari jatuh pada puncak musim dingin. Di
saat itu biasanya pemilihan konsul diadakan, karena semua aktivitas umumnya
libur. Di bulan Februari konsul yang terpilih dapat diberkati dalam upacara
menyambut musim semi yang artinya menyambut hal yang baru. Sejak saat itu Tahun
Baru orang Romawi tidak lagi dirayakan pada 1 Maret, tapi pada 1 Januari.
Bagi orang Kristiani yang mayoritas menghuni
belahan benua Eropa, tahun baru masehi dikaitkan dengan kelahiran Yesus
Kristus atau Isa al-Masih, sehingga agama Kristen sering disebut agama Masehi.
Masa sebelum Yesus lahir pun disebut tahun Sebelum Masehi (SM) dan sesudah
Yesus lahir disebut tahun Masehi. Pernah juga disebutkan bahwa kaum Pagan Romawi
biasa merayakan pergantian tahun mereka dengan menyalakan kembang api,
mengitari api unggun, berkumpul dan bernyanyi bersama, bahkan juga membunyikan
lonceng dan meniupkan terompet. Dengan demikian, jelas bahwa perayaan tahun
baru masehi bukan ajaran Islam. Tapi masih banyak juga yang bersikeras bahwa
merayakan pergantian tahun masehi ini tidak ada hubungannya dengan agama.
Para ulama memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang
hukum merayakan tahun baru Masehi. Sebagian mengharamkan dan sebagian lainnya
membolehkannya dengan syarat-syarat tertentu.
Ulama yang berpendapat bahwa merayakan pergantian tahun
masehi itu hukumnya adalah haram, menyampaikan bahwa orang Islam yang merayakan
pergantian tahun masehi itu sudah menyerupai orang kafir yang merayakannya, sebagaimana
sabda Rasulullah SAW: “Siapa yang menyerupai pekerjaan suatu kaum (agama
tertentu), maka dia termasuk bagian dari mereka.” H.R. Abu Daud.
Ada juga ulama yang berpendapat bahwa perayaan malam tahun
baru masehi tidak selalu berkaitan dengan ritual agama tertentu. Semua
tergantung niatnya. Kalau diniatkan untuk beribadah atau ikut-ikutan orang
kafir, maka hukumnya haram. Tetapi tidak diniatkan mengikuti ritual orang
kafir, maka tidak ada larangannya.
Perayaan Tahun Baru di Indonesia
Tapi bagi kebanyakan orang Islam di Indonesia, kegiatan menyambut
tahun baru ini bukan untuk ikut menyembah dewa atau apapun, namun mereka hanya
mengikuti kebiasaan yang sudah terbentuk. Even ini biasanya dimanfaatkan untuk
berkumpul bersama keluarga dan mengunjungi atau bersilaturahmi dengan para kerabat.
Karena biasanya pada pergantian tahun baru ini aktivitas bekerja diliburkan. Tapi
memang caranya mungkin menyamai orang-orang kafir, karena seperti yang
dikatakan diatas, even ini sudah menjadi budaya di Negara kita. Kita hanya
mengikuti kebiasaan orang-orang dulu atau orang-orang disekitar kita. Mungkin nenek
moyang kita dulu tidak melakukan perayaan seperti ini, tapi dengan perkembangan
zaman, kebudayaan barat mulai masuk ke negara kita dan lama-kelamaan menjadi kebiasaan
atau kebudayaan kita juga. Yah intinya, di pergantian tahun ini, kita jangan
melakukan hal-hal yang berlebihan dan kalau bisa mungkin kita dapat mengurangi
melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat di even tahun baru ini karena
sebenarnya, dengan bergantinya tahun, maka umur kita akan bertambah, dan dengan
begitu kita akan makin mendekati ajal kita.
Pada dasarnya tulisan ini hanya pendapat saya, mungkin orang
lain memiliki pendapat berbeda, atau mungkin ada kesalahan dalam tulisan saya, jadi
jika ada, saya minta maaf.
SUMBER TEORI :
SUMBER GAMBAR :